By : Pak Djafar

Datangnya malam 27 Rajab setiap tahun, selalu ditunggu-tunggu oleh anak-anak di kampungku di Teluk Dalam yang berbatasan langsung dengan pinggiran Sungai Asahan. Mengapa tidak! Pada malam malam 27 Rajab itu akan berkumpul orang-orang sekampung melaksanakan peringatan Israk Mikraj Nabi Saw di ‘Mandorsah’, begitu sebagian orang Asahan menyebut Madrasah.

Hal yang menarik bagi anak-anak bukanlah peringatan Israk Mikrajnya. Bagi kami yang masih anak-anak, selalu berdoa dalam hati agar syair-syair Israk Mikraj itu cepat-cepat saja dibaca supaya segera selesai memasuki acara puncak.

Acara puncak malam 27 Rajab itu adalah makan kue serabi bersama-sama. Inilah yang dimaksud ‘kenduri serabi’ itu. Untuk orang dewasa kue serabi itu dihidangkan di dalam mandorsah. Untuk kami anak-anak dihidangkan di serambinya. Begitu ada aba-aba dari dalam, “Mari kito mulai dengan mambaco bismillah”, akan terdengarlah sendok dan piring yang berlaga, disela-selai tawa renyah orang dewasa sambil bakombur.

Serabi itu mirip kue apam yang banyak dijual di pasar. Hanya saja rasanya sangat khas, karena kuahnya semacam tengguli cair dengan rasa yang aduhai enaknya bagaikan sampai ke langit yang ketujuh yang dilalui oleh Nabi ketika Mikraj.

serabi

Dari mana asal tradisi kue serabi ini tidak begitu jelas. Ada yang mengatakan berasal tradisi yang dibawa pedagang Aceh ke Asahan. Tapi ada juga yang mengatakan dibawa pedagang-pedagang dari Jawa Barat.

Ayahku lebih percaya bahwa tradisi “kenduri serabi” ini berasal dari Aceh, yang memiliki tradisi turun temurun kenduri serabi. Alasannya, kesultanan Asahan yang berada di bawah Raja Simargolang, adalah raja bawahan kesultanan Aceh. Bahkan jejak sejarah menyebutkan, perjalanan Sultan Aceh, Sultan Iskandar Muda, ke Johor dan Malaka tahun 1612 merupakan awal dari sejarah Asahan. Dalam perjalanan itu rombongan Sultan Iskandar Muda beristirahat di kawasan sebuah hulu sungai yang kemudian dinamakan Asahan. Perjalanan dilanjutkan ke sebuah “Tanjung” yang merupakan pertemuan antara Sungai Asahan dengan Sungai Silau, kemudian bertemu dengan Raja Simargolang. [Kelak akan terjadi hubungan kekarabatan melalui pernikahan] Di tempat itu juga Sultan Iskandar Muda mendirikan sebuah pelataran sebagai “Balai” sebagai tempat menghadap, yang kemudian berkembang menjadi perkampungan. Perkembangan daerah ini cukup pesat sebagai pusat pertemuan perdagangan dari Aceh dan Malaka, sekarang ini dikenal dengan “Tanjung Balai”.

mie instant

Apapun sejarahnya serabi itu sedap. Tapi sayang, sekarang ini sudah banyak anak gadis di Asahan yang tak pandai lagi memasak serabi, karena sudah diganti dengan masakan “Indomie”, ringkas dan cepat, secepat mereka mengenal kata I Love U.