Dengan adanya tuntutan zaman serba instant, dalam teknologi pun – khususnya electronic – ada yang nama nya Fast Charger (pengisian cepat). Sangat membantu kita yang paling ogah nunggu lama. Tapi apakah fast charging dalam pengisian baterai aman?

Bagaimana cara fast charger bekerja? ini adalah beberapa informasi yang mungkin berguna bagi kamu.

Bermula dari kompetisi pasar smartphone

Di pasar smartphone yang semakin kompetitif, orang dengan cermat memeriksa setiap fitur yang ditawarkan smartphone dari ukuran layar hingga kekuatan pemrosesan sebelum memilih smartphone terbaik untuk mereka. Ya, pendatang baru relatif ke jajaran fitur yang dicari adalah pengisian cepat. Marketnya adalah orang yang pengennya mau mengcas hp bentar, lalu dipakai lagi.

Standar pengisian adalah campuran kimia dan fisika yang rumit, dan masing-masing memiliki serangkaian keterbatasan sendiri, kadang disertai masalah ketidakcocokan juga.

Contoh yang paling populer saja, diantaranya Samsung Fast Chargin Adaptif, Pengiriman Daya USB, Qualcomm Quick Charge, OnePlus Warp Charge, dan banyak lagi.

Dasar Proses Fast Charging

Paling mendasar, setiap smartphone memiliki sebuah baterai, dan seteiap baterai mengalirkan arus seperti ini:

Baterai elektrolit, Minus (anoda) mengalirkan arus ke lampu dan diteruskan ke Plus (katoda)

Baterai berisi dua komponen electroda, yakni chatode (positif) dan anode (negatif). Sebuah reaksi electrolyte catalyze mengubah komponen itu menjadi sebuah substansi baru. Atom/ion membawa electron dari electrolyte didorong keluar melalui kutub negatif – mensupply smartphone – dan diputarkan lagi ke kutub positif.

Pada baterai non-rechargeable (tidak bisa dicas), bahan kimia hanya bisa sekali pakai. Tapi dalam baterai rechargeable misalnya Lithium-ion, yang sering kita temukan di smartphone, reaksinya adalah reversible (bolak-balik). Ketika baterai tidak dicas, bahan kimia tersebut memiliki reaksi memproduksi elektrik, dan ketika dicas, element tersebut menyerap power yang masuk (absorb).

Proses tersebut berlaku untuk normal charging dan fast charging. Namun bedanya, seberapa besar produksi volt (V), dikalikan dengan ampere (A) adalah watt (W).

Semakin besar arus ampere dan voltase charger, semakin cepat pengisiannya. Kabar yang bagus jika kamu punya fast charger, tapi bisa jadi kabar buruk jika tidak mengetahui batasannya.

Jenis usb 1.0 adalah model jadul, sudah jarang kita temui. Sedangkan versi 2.0 masih ada, tapi sudah mulai jarang digunakan. Karena hanya bisa mengisi maksimal baterai 5V/0,5A (2,5W)

Misal kamu punya iPhone dengan spesifikasi baterai 5V 1000mAh, mau nge-cas di laptop lama (usb 2.0), ga bakal deh naik baterainya. Soalnya powernya kurang.

iPhone need minimal 5V X 1A= 5W

usb 2.0 punya arus 5V X 0,5A= 2,5W

Jadi, usb hanya membaca data saja ke laptop. Begitu juga usb 3.0, masih ga bisa buat nge-charge. Mungkin kadang terisi juga, dengan posisi smartphone off.

Sedangkan USB 3.1, ada yang bisa ada yang enggak. Lihat tabel dibawah ini:

do you understand? hope you understand!

Nah, Fast Charging berawal dari USB-PD

USB-PD atau USB Power Delivery, dikembangkan oleh USB Implementers Forum (USB-IF), jenis ini bisa mencapai 100W.

Google dan Apple memiliki standar yang berbeda.

Google menerapkan 9V x 2A = 18W

Apple menerapkan 14,5V x 2A = 29W

Hasil test, kecepatan pengisian, iPhone bisa diisi dari 0% ke 50% dalam waktu 30menit. Sedangkan Google Pixel secara cepat dari 0% ke 80% dalam waktu 15 menit, namun angka berikutnya lambat, smartphone bisa dipakai selama 7 jam.

Sementara Qualcomm mengembangkan Quick Charge, 1.0, 2.0, 3.0, dan 4.0+ (USB-PD)

Qualcomm mengklaim bahwa pengisian cepat yang dikembangkannya aman karena memiliki pencegah panas (Built-in safety features prevent overheating) dan pencegah korslet.

Sementara Samsung Adaptive Fast Charging memiliki 5V dan 9V dengan arus 2A, kekuatan 10W-18W.

Jadi, samsung dengan qualcomm ini memang dibilang pasangan cocok, jarang ditemukan kasus hp meledak saat di charge dari kedua vendor tersebut.

Kesimpulan

Teknologi fast charging adalah proses maksa dengan kekuatan yang lebih besar. Dapat menguntungkan jika range tidak terlalu jauh, misal smartphone 10W, ya udah pakai yang 10W-18W saja. Maksimal 2x dari kekuatan baterai. Kalau terlalu tinggi, tentunya ini akan berdampak buruk, seperti panas, dan bisa-bisa meledak. Oh-no.

Rekomendasi: jangan pernah mengisi dengan Fast Charger sampai dengan 100%, batas amannya adalah 80%. Kalau mau charger full, gunakan charger yang ori dari smartphone kamu.

Semoga bermanfaat.