Ayomaju.info – Ada hal yang menggelitik yang memang jika dipikir agak membingunkan. Guyonan seorang anak kecil yang bertanya kepada bapaknya ; “Pak, kenapa Indonesia tidak bikin uang yang banyak? katanya Indonesia punya utang luar negri yang banyak, kan ada pabrik uang… kenapa nggak mau bikin sebanyak-banyaknya ya buat bayar utang terus uang jajan jadi tambah banyak?

Memang benar Indonesia mempunyai utang luar negeri yang jumlahnya sekitar 2.500 Triliun, secara gampangnya tiap kepala mempunyai beban utang sekitar 10 Juta. Nha, si anak tadi pengennya pabrik ( peruri ) membuat uang sebanyak itu kemudian melunasi hutang negara, beres kan! Dan bikin lagi buat jajan. Oops.

Dalam pembuatan uang, setiap negara tidak bisa membuat uang seenaknya sendiri. Hal ini berlandaskan atas dasar mengikuti kebijakan moneter yang sudah diatur untuk semua negara di dunia.

Wikipedia : Kebijakan moneter adalah proses mengatur persediaan uang sebuah negara untuk mencapai tujuan tertentu; seperti menahan inflasi, mencapai pekerja penuh atau lebih sejahtera. Kebijakan moneter dapat melibatkan mengeset standar bunga pinjaman, “margin requirement”, kapitalisasi untuk bank atau bahkan bertindak sebagai peminjam usaha terakhir atau melalui persetujuan melalui negosiasi dengan pemerintah lain.

Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh kebijakan moneter pertama kali akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian ditransfer pada sektor riil.

Kebijakan moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kestabilan harga. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Sentral atau Otoritas Moneter berusaha mengatur keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh dan kelancaran dalam pasokan/distribusi barang. Kebijakan moneter dilakukan antara lain dengan salah satu namun tidak terbatas pada instrumen sebagai berikut yaitu suku bunga, giro wajib minimum, intervensi dipasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi bank-bank untuk meminjam uang apabila mengalami kesulitan likuiditas

Dan ternyata, tidak hanya anak kecil yang masih kebingungan. Orang dewasa pun juga masih ada yang mengalami pemikiran konyol seperti diatas tadi, hayoo… ngaku.

Perlu diketahui dalam menerbitkan atau mencetak uang, terdapat dua macam sistem :

  1. “pseudo gold” : Dalam sistem pseudo gold, uang yang dicetak dan beredar didukung dengan cadangan emas atau perak yang dimiliki badan yang menerbitkannya
  2. “uang fiat” : Dalam sistem uang fiat, uang yang beredar tidak didukung aset yang riil, bahkan tidak didukung apa-apa. Artinya, dalam sistem fiat, pemerintah atau badan yang menerbitkan uang bisa mencetak uang sebanyak apa pun sesuai keinginan.

Sebenarnya Indonesia juga pernah melakukan pencetakan uang dalam jumlah banyak, pada masa kepresidenan Soekarno. Karena pemerintah belum bisa maksimal memungut pajak dari rakyat waktu itu, Soekarno pun mengambil kebijakan untuk mencetak uang secara berlebih. Hasilnya adalah inflasi. Semakin banyak uang dicetak, harga barang semakin tinggi, dan terjadi hiperinflasi. Akibat yang ditimbulkan adalah demonstrasi yang terkenal dengan sebutan Tritura (tiga tuntutan rakyat), yang salah satunya permintaan agar harga-harga diturunkan.

Sementara dalam era modern, kasus yang terbaru terjadi di Zimbabwe. Pada 2008, pemerintah Zimbabwe mengeluarkan kebijakan untuk mencetak uang dalam jumlah sangat banyak, yang ditujukan untuk memperbanyak pegawai negeri yang diharapkan akan mendukung pemerintah. Hasilnya adalah inflasi yang gila-gilaan. Negara itu bahkan memegang rekor dalam hal inflasi tertinggi di dunia, yaitu 2.200.000% (2,2 juta persen) pada 2008.

Sebegitu cepatnya tingkat inflasi terjadi, hingga kenaikan harga di Zimbabwe tidak terjadi dalam hitungan minggu atau bulan, tetapi menit bahkan detik. Dalam setiap beberapa detik, para pegawai di toko-toko Zimbabwe terus sibuk mengganti label-label harga pada barang-barang yang mereka jual, karena terus terjadi pergantian harga akibat inflasi yang menggila.

Efek inflasi yang tinggi di zimbabwe, nominal uang yang sangat tinggi tetapi daya tukar dengan barang sangat rendah. Contohnya saja ketika ingin membeli roti jika di Indonesia sekitar harga 10 ribuan, maka di Zimbabwe untuk membeli roti harus mengeluarkan uang sebesar 600 Juta Dollar Zimbabwe

ROTI BELI ROTI