Kepala Bidang Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan Sidoarjo, Djoko Supriyadi mengakui bahwa Intelligence Quotient (IQ) yang dimiliki Pato Syaffah sangat tinggi. Namun karena alasan bocah berusia 8 tahun itu mendapatkan hasil akademik di Sekolah Dasar Multilingual Anak Shaleh (SD MAS) yang tidak ada izin program kelas akselerasi, ia dilarang ikut Ujian Nasional.

“Penyelenggaraan KA di SD MAS tak ada izinnya. Sebab, program KA itu sudah dihapus pemerintah bebarengan dihapusnya sekolah RSBI 2013 lalu,” kata Djoko seperti dilansir dari Tribun News saat melakukan inspeksi mendadak bersama Komisi D DPRD Sidoarjo, Senin (14/3/2016).

iq terlalu tinggi

Sistem pendidikan tak lagi mengenal program KA, sehingga hasil akademik Pato selama 4,5 tahun belajar di SD MAS tak memiliki ukuran proporsional. Djoko mengakui potensi kecerdasan Pato yang memiliki IQ 136. Pato tetap akan memiliki masa depan cerah meski tak mengikuti ujian nasioanl tahun ajaran ini.

“Syarat seorang siswa bisa mengikuti Unas bukan dari nilai IQ tinggi melainkan dari hasil akademik yang didapat dari institusi formal atau nonformal (seperti home schooling) yang memiliki izin dan akreditasi resmi. Sekolah Pato, kurang dalam hal itu,” paparnya.

Pihaknya telah meminta SD MAS untuk melengkapi syarat perizinan dan akreditasi sampai lima kali. Namun, pihak sekolah belum juga mengurusnya. Hasil sidak ini, akan Djoko serahkan ke Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur, termasuk keputusan terkait masalah Pato.

Anggota Komisi D DPRD Sidoarjo, Bangun Winarso, menambahkan sekolah Pato tak memiliki izin dan akreditasi. Pihaknya akan membicarakan hal ini secara formal kepada pihak-pihak terkait.

“Hasil sidak memang sesuai apa yang dipaparkan Dindik. Namun, kami tetap akomodir keinginan orangtua Pato dalam bentuk hearing. Itu pun kalau yang bersangkutan berkenan. Secepatnya akan kami gelar,” imbuh Bangun.

Anggota Komisi D yang lain, Enny Suryani, menandaskan sangat mengapresiasi langkah Yayasan SD MAS yang membuka sekolah tersebut. Meski memang sekolah tersebut tak memiliki izin, pihaknya bersedia mendorong percepatan pengajuan izin dan akreditasi agar penyelenggaraan di sekolah tersebut menjadi formil.

“Adanya kekurangan syarat formil ini bukannya berarti sekolah harus ditutup, namun akan kami dorong agar memiliki kelengkapan administrasi,” tandas Enny.

Ketua Yayasan SD MAS, Joko Pitono, mengakui sekolahnya belum memiliki izin. Sekolah seluas 4m x 11m memiliki tiga lantai dengan 11 kelas ini telah dirintis sejak 2003. Menurut Joko pihaknya tak bisa memenuhi syarat sekolah formil yang mengharuskan memiliki lahan 1.000 meter persegi.

“Peraturan Bupati mengharuskan luas lahan itu. Kami tak memilikinya,” tukas Joko Pitono.

Terpisah, orangtua Pato, Djoko Trianto, bersikukuh agar Pato mengikuti ujian nasional. Menurutnya, anaknya memiliki segalanya untuk bisa mengikuti ujian nasional. Tidak ada persyaratan umur bagi siswa mengikuti ujian nasional. Terkait kondisi tumbuh kembang Pato jika nanti sekolah SMP, Djoko menegaskan itu adalah urusannya sebagai orangtua.

“Yang saya tuntut itu boleh atau tidak buat anak saya ikut unas. Perkara anak saya dinilai terlalu muda di SMP, itu urusan saya yang menyekolahkannya. Saya tetap ingin Pato ikut Unas,” tegas Djoko.

Ingin Jadi Astronot

Terlahir dari pasangan Djoko Irianto dan Wahyu Nur Andari, Pato mengenal dunia pendidikan formal di usianya masih 3,5 tahun. Ia tercatat sebagia murid Play Group Al Falah, Surabaya.
Memiliki kemampuan luar biasa, Pato masuk sekolah dasar pada usia 4,5 tahun. Awalnya, tak ada sekolah yang mau menampung Pato karena pertimbangan usianya belum mencukupi. Sebagai ibu, Wahyu tak putus asa sampai akhirnya menemukan sekolah yang mau menerima Pato.

Bocah ini sudah hafal empat juz Alquran. Caranya belajar melampaui jauh teman-temannya. Biasanya, dalam setahun anak harus menghabiskan kelas hingga dua semester, tapi tidak berlaku bagi Pato.

“Pato tidak lompat kelas, tapi mengikuti secara bertahap. Hanya saja, bila satu tahun belajar bisa 12 bulan, Pato hanya menempuh 6 bulan saja,” kata Wahyu saat ditemui Surya.co.id, Sabtu (12/3/2016).

Bocah ajaib yang bercita-cita ingin menjadi astronot ini ternyata doyan makan kenikir. Saat ditanya alasannya, Pato mengatakan ingin tahu kenapa air laut tak bisa tumpah ketika bumi berputar.

“Penasaran saja, bumi ini kan di bawah, lalu dikelilingi air laut. Saat bumi berputar, kenapa air tidak bisa tumpah. Sama ingin lihat black hole,” kata Pato sambil bermain lego.

Adik Gasi Dhias ini malu-malu, ketika menunjukkan cara astronot terbang keluar angkasa. Sembari berguling di lantai, Pato mulai mengangkat kakinya tinggi-tinggi serasa dia terbang ke angkasa.

“Seperti ini, tapi tidak bisa lama. Nanti kepalanya sakit,” kata bocah yang doyan makan nasi goreng buatan ibunya ini.

Di dalam rumah bernuasa putih ini, Pato menghabiskan hari-harinya untuk bermain dan belajar.
Saat pagi, seusai menjalankan salat Subuh, bungsu kelahiran Semarang ini mulai melantunkan ayat suci Alquran, tanpa harus disuruh orangtuanya.

Pato mengungkapkan keinginannya setelah lulus sekolah dasar. Dia ingin, selama satu tahun beristirahat dari kegiatan sekolah dan lebih fokus untuk menghafalkan Alquran.

“Mau hafalin Alquran 30 juz,” katanya sambil tersenyum.

Genius Setelah Dibacakan Alfatihah

Djoko Irianto, ayah Pato Sayyaf, tak pernah menyangka dikaruniai anak luar biasa dari Tuhan. Pato yang baru berusia delapan tahun mempunyai IQ di atas rata-rata dari anak seusianya.

Mantan advokat PT Telkom Indonesia ini sangat bersyukur, saat mengetahui kemampuan anak keduanya yang tidak biasa. Di usianya baru dua tahun, Pato sudah bisa menghafal ayat kursi Alquran, kemudian disusul 22 ayat Surah Al Baqarah.

“Awalnya itu, ibunya mengucapkan Alfatihah sampai tiga kali, tiba-tiba si anak ini bisa melantunkan. Sama ibunya dilanjutkan baca ayat kursi, dan ternyata bisa, kami pun heran,” kata Djoko.

Tinggal di Perumahan Kepuh Permai, Sidoarjo, Pato, menghabiskan masa sekolah di SD Multilingual Anak Sholeh Waru. Kemampuannya yang luar biasa ini membuat Pato harus menerima kenyataan pahit.

(hrz/sumber : Tribunnews)