Sumber : http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2015/02/03/144911/baju-bekas-impor-berbahaya/

Kementerian Perdagangan melalui Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen, Sabtu (31/1) mengatakan kepada pers bahwa pakaian bekas impor sangat berbahaya. Pihaknya telah melakukan penelitian dengan mengambil sampel 25 pakaian bekas yang dijual di Pasar Senen. Sampel 25 pakaian bekas tersebut terdiri dari 5 kelompok pakaian anak, wanita dan pria.
Hasilnya, setelah dilakukan uji laboratorium, pakaian tersebut mengandung banyak bakteri mikrobiologis yang jika digunakan akan kena gatal-gatal, diare, bahkan bisa terkena penyakit saluran kelamin.

Pernyataan ini sangat menarik karena baju bekas impor yang di Sumatera Utara lebih dikenal sebagai baju Monza – karena pasar pertamanya di Kota Medan di Jalan Mongonsidi- sudah cukup lama dipasarkan ke masyarakat luas. Ada kesan Kementerian Perdagangan tampaknya tak mampu mengatasi peredaran baju bekas impor ini. Sehingga dilakukan pendekatan medis kepada masyarakat supaya dengan kesadaran sendiri berhenti mengenakan baju bekas.

Sebenarnya larangan pakaian bekas impor sudah ada sejak 18 Januari 1982. Akan tetapi, tetap saja beredar dan dipasarkan di masyarakat. Bahkan dijual secara terang-terangan. Sikap keras pemerintah kembali ditunjukkan pada tahun 2002 saat Kementerian Perindustrian dan Perdagangan dipimpin oleh Rini Soemarno Suwandi yang kini menjabat Menteri BUMN melalui (Kepmenperindag) Nomor 642 Tahun 2002 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas. Keputusan pemerintah ini mengundang penolakan keras pula dari pedagang yang selama ini menggantungkan hiodupnya dari baju Monza. Di Tanjungbalai misalnya, mereka berdemo ke DPRD setempat meminta diberikan kuota khusus untuk diizinkan mengimpor pakaian bekas dengan membayar pajak.

Sebenarnya, baju bekas impor merupakan hasil tindak pidana penyelundupan. Kerugian Negara akibat dari penyelundupan pakaian bekas ini mencapai triliunan rupiah. Adanya penyeludupan pakaian bekas dilakukan oleh oknum-oknum yang ingin memperoleh keuntungan besar dengan cara melanggar prosedur ekspor-impor yang berlaku.

pakaian impor bekas

Namun, banyak masyarakat merasa terbantu dengan adanya pakaian bekas impor ini. Pakaian bekas impor selain harganya murah, kualitasnya juga jauh lebih baik dari pakaian buatan dalam negeri. Bahkan banyak pakaian yang berasal dari produsen bermerek dalam industri fashion.

Kita tidak yakin masyarakat 100% akan berhenti membeli pakaian bekas karena kesadaran akan kesehatan di masyarakat kita masih rendah. Selain itu, sepanjang pakaian baru yang dijual mahal dan mutunya di bawah pakaian impor, maka masyarakat masih akan tetap membelinya. Apalagi, kaum wanita yang menjadi sebagian besar konsumen tahu bagaimana mengantisipasi pakaian bekas agar terbebas dari bakteri dan sekala yang dianggap berbahaya bagi kesehatan. Masyarakat tidak akan mudah percaya dengan pernyataan pemerintah kecuali bisa membuktikan secara fisik korban-korban akibat memakai pakaian bebas itu. Ini sama halnya dengan bahaya merokok, meski setiap bungkus rokok dipasang foto penyakit yang ditimbulkan akibat merokok, toh orang tetap saja mengonsumsinya.

Namun bagaimanapun niat baik pemerintah ini patut kita apresiasi. Akan tetapi yang terbaik tentulah bagaimana pemerintah mampu mendorong industri garmen agar dapat memproduksi pakaian baru yang harganya terjangkau masyarakat dan kualitasnya setara dengan pakaian impor itu.